Monday, December 29, 2008

Soal - Soal Latihan

Di bawah ini ada beberapa soal latihan yang dapat Anda manfaatkan untuk bahan latihan. Selamat belajar.

=========================================================

1.The following statements are true or false:

(a) Of all the natural satellites in the Solar System only the Moon always turns the same face towards its primary.

(b) The mass of a planet in the Solar System can be determined only if it possesses one or more satellites.

(c) The planet with the largest apparent angular diameter when nearest the Earth is Venus.

(d) Pluto is the planet farthest from the Sun.

(e) A lunar eclipse may occur if the Moon is new.

2. Calculate the mean density of Jupiter from the following data, assuming the orbits of Earth and Jupiter to be circular and coplanar:

· Angular semi-diameter of Jupiter at opposition = 21”,8

· Orbital radius of Jupiter = 5,2 A.U.

· Mass of Jupiter/mass of Earth = 318

· Mean density of Earth = 5,5 kg/m-3

· Sun’s horizontal parallax = 8”,8

3. The two components of a binary star are approximately equal brightness. Their maximum separation is 1”,3 and the period is 50,2 years. The composite spectrum shows double lines with a maximum separation of 0,18 Angstrom at 5000 Angstrom. Assuming that the plane of the orbit contains the line of sight, calculate (i) the total mass of the system in the terms of the solar mass, (ii) the parallax of the system.

===================================================

(sumber : Astronomy, The Structure Of Universe).

Sunday, December 21, 2008

Dasar - Dasar Spektroskopi Bintang

Spektroskopi adalah suatu cabang ilmu dalam astronomi yang mempelajari spektrum benda langit. Dari spektrum suatu benda langit dapat kita peroleh informasi mengenai temperatur, kandungan/ komponen zat penyusunnya, kecepatan geraknya, dll. Oleh sebab itu, spektroskopi merupakan salah satu ilmu dasar dalam astronomi. Spektrum sebuah bintang diperoleh dengan menggunakan alat yang disebut spektrograf.

Gambar 1. Spektrum

Gambar 2. Cara kerja spektrograf

Salah satu landasan spektroskopi adalah Hukum Kirchoff (1859):
  1. Bila suatu benda cair atau gas bertekanan tinggi dipijarkan, benda tadi akan memancarkan energi dengan spektrum pada semua panjang gelombang
  2. Gas bertekanan rendah bila dipijarkan akan memancarkan energi hanya pada warna, atau panjang gelombang tertentu saja. Spektrum yang diperoleh berupa garis-garis terang yang disebut garis pancaran atau garis emisi. Letak setiap garis atau panjang gelombang garis tersebut merupakan ciri gas yang memancarkannya.
  3. Bila seberkas cahaya putih dengan spektrum kontinu dilewatkan melalui gas yang dingin dan renggang (bertekanan rendah), gas tersebut tersebut akan menyerap cahaya tersebut pada warna atau panjang gelombang tertentu. Akibatnya akan diperoleh spektrum kontinu yang berasal dari cahaya putih yang dilewatkan diselang-seling garis gelap yang disebut garis serapan atau garis absorpsi.
Gambar 3 & 4. Perbedaan spektrum kontinu, absorpsi dan emisi

Deret Balmer
Ilmuwan Swiss yang bernama Balmer merumuskan suatu persamaan deret untuk memprediksi panjang gelombang dari garis serapan yang dihasilkan gas hidrogen. Persamaan terebut dikenal dengan deret Balmer.

dengan : λ: panjang gelombang serapan (cm)
RH : tetapan Rydberg (= 109678)

Gambar 5 : Spektrum emisi hidrogen yang menampilkan 4 garis spektrum pertama dalam deret Balmer

Teori Kuantum Planck

Planck mempostulatkan bahwa cahaya diradiasikan dalam bentuk paket - paket energi kecil, yang disebut kuantum. Teori inilah yang mendasari terciptanya bidang baru dalam dunia fisika, yaitu fisika kuantum.

Planck mengatakan bahwa energi dari tiap foton
Eo = h. f = hc//λ
h : tetapan Planck (h = 6,63 x 10^-34 J.s)
f : frekuensi dari foton
c = kecepatan cahaya (= 3.10^5 km/s)
λ = panjang gelombang foton

Pembentukan spektrum Bintang
Pola spektrum bintang umumnya berbeda-beda, pada tahun 1863 seorang astronom bernama Angelo Secchi mengelompokan spektrum bintang dalam 4 golongan berdasarkan kemiripan susunan garis spektrumnya.

Miss A. Maury dari Harvard Observatory menemukan bahwa klasifikasi Secchi dapat diurutkan secara kesinambungan hingga spektrum suatu bintang dengan bintang urutan sebelumnya tidak berbeda banyak. Klasifikasi yang dibuat oleh Miss Maury selanjutnya diperbaiki kembali oleh Miss Annie J. Cannon. Hingga sekarang klasifikasi Miss Cannon ini digunakan.

Tabel 1 : Rangkuman klasifikasi bintang yang saat ini umum digunakan (sering digunakan ungkapan : Oh Be A Fine Girl (or Guy), Kiss Me) untuk mengingat urutan klasifikasi kelas spektrum bintang. (klik gambar untuk tampilan lebih jelas!).

Subkelas spektrum
Klasifikasi spektrum bintang O, B, A, F, G, K, M masih dibagi lagi dalam subkelas, yaitu
B0, B1, B2, B3, . . . . . . . . ., B9
A0, A1, A2, A3, . . . . . . . . ., A9
F0, F1, F2, F3, . . . . . . . . . ., F9

Semakin besar angka yang menyatakan menunjukkan suhu bintang semakin rendah pula. Pengunaan subkelas ini dimaksudkan agar pengklasifikasian spektrum bintang menjadi lebih spesifik sehingga lebih jelas dan tepat.
(untuk informasi lebih lanjut tentang kelas spektrum bintang di sini.)

Gambar 6. Spektrum bintang dari berbagai kelas spektrum

M-K Kelas (Kelas Luminositas Bintang)
Bintang dalam kelas spektrum tertentu ternyata dapat mempunyai luminositas yang berbeda. Pada tahun 1913 Adam dan Kohlscutter di Observatorium Mount Wilson menunjukkan ketebalan beberapa garis spektrum dapat digunakan untuk menentukan luminositas bintang.
Berdasarkan kenyataan ini pada tahun 1943 Morgan dan Keenan dari Observatorium Yerkes membagi bintang dalam kelas luminositas, yaitu :

Kelas 1a

Maharaksasa yang sangat terang

Kelas 1b

Maharaksasa yang kurang terang

Kelas II

Raksasa yang terang

Kelas III

Raksasa

Kelas IV

Subraksasa

Kelas V

Bintang deret utama











Tabel 2. Kelas Luminositas Morgan Keenan

Kelas Luminositas Bintang dari Morgan-Keenan (MK) digambarkan dalam diagram Hertzprung-Russell (diagram H-R) di bawah ini.

Gambar 7. Kelas Luminositas dalam diagram H-R

Klasifikasi spektrum bintang sekarang ini merupakan penggabungan dari kelas spektrum dan kelas luminositas.

Contoh :
- G2 V : Bintang deret utama kelas spektrum G2
- G2 Ia : Bintang maharaksasa yang sangat terang kelas spektrum G2
- B5 III : Bintang raksasa kelas spektrum B5
- B5 IV : Bintang subraksasa kelas spektrum B5

Gerak Bintang
Bintang tidak diam, tapi bergerak di ruang angkasa. Pergerakan bintang ini sangat sukar diikuti karena jaraknya yang sangat jauh, sehingga kita melihat bintang seolah-olah tetap diam pada tempatnya sejak dulu hingga sekarang

Laju perubahan sudut letak suatu bintang disebut gerak sejati (proper motion). Gerak sejati bisanya diberi simbol dengan μ dan dinyatakan dalam detik busur pertahun. Bintang yang gerak sejatinya terbesar adalah bintang Barnard dengan μ = 10”,25 per tahun (dalam waktu 180 tahun bintang ini hanya bergeser selebar bulan purnama).

Gambar 8. Kecepatan bintang

Hubungan antara kecepatan tangensial (Vt) dan gerak sejati (μ):
Vt = 4,74 μ d
dengan :
Vt = kecepatan tangensial bintang (dalam km/s)
μ = laju gerak diri / proper motion (dalam “/ tahun )
d = jarak bintang (dalam parsec)

atau persamaan diatas dapat diubah ke dalam bentuk :
Vt = 4,74 μ/p
dengan p adalah sudut paralaks bintang (dalam detik busur).

Dalam pengukuran gerak sejati yang diukur bukan hanya besarnya tetapi juga ditentukan arahnya.

Gambar 9. Gerak sejati bintang

Persamaan-persamaan yang dapat digunakan untuk memperoleh nilai gerak sejati bintang:
μα cos δ = μ sin θ
μδ = μ cos θ

dengan :
μα = komponen pada arah α (asensiorekta)
μδ = komponen pada arah δ (deklinasi)
μα dan μδ dapat diukur --> μ dan θ dapat ditentukan.

Selain gerak sejati, informasi tentang gerak bintang diperoleh dari pengukuran kecepatan radial, yaitu komponen kecepatan bintang yang searah dengan garis pandang.
Kecepatan radial bintang dapat diukur dari efek Dopplernya pada garis spektrum dengan menggunakan rumus (untuk Vr mendekati c):
Jika Vr jauh lebih kecil dibandingkan kecepatan cahaya (c), maka:
Δλ/λo = Vr/c

dengan :
Δλ = selisih antara λ diam (λo) dengan λ yang teramati pada bintang. (dalam Å atau nm)
λo = panjang gelombang diam (dalam Å atau nm)
Vr = kecepatan radial (dalam km/s)
c = kecepatan cahaya (300.000 km/s )

Gambar 10. Red shift and blue shift

Karena Vt dan Vr sudah dapat kita tentukan dari rumus-rumus yang sudah dibahas tadi, kita bisa menghitung kecepatan linier bintang (kecepatan gerak bintang sebenarnya di ruang angkasa), yaitu :
V2 = (Vt)2 + (Vr)2

Contoh :
Garis spektrum suatu elemen yang panjang gelombang normalnya adalah 5000 Å diamati pada spektrum bintang berada pada panjang gelombang 5001 Å. Seberapa besarkah kecepatan pergerakan bintang tersebut ? Apakah bintang tersebut mendekati atau menjauhi Bumi ?
(Jawab : 60 km/s, MENJAUHI Bumi)

Sumber referensi:
  1. Slide kuliah Astrofisika I, oleh Dr. Djoni N. Dawanas
  2. Wikipedia
  3. Gambar-gambar diperoleh dari sumber-sumber terpisah dari internet
Untuk referensi lainnya, silakan kunjungi:
1. Spectroscopy
2. Astronomynotes.com

Selamat belajar

Saturday, December 13, 2008

Penelitian terkini tentang supermasif black hole di pusat Bimasakti

(Area pusat galaksi Bima Sakti. Kredit : ESO)

Setelah melakukan studi panjang selama 16 tahun menggunakan teleskop milik ESO, tim astronom dari Jerman berhasil memperlihatkan kondisi paling detil yang pernah ada dari area di sekitar jantung galaksi Bima Sakti - tempat diperkirakan adanya sebuah lubang hitam supermasif (super massive black hole). Penelitian ini mengungkap rahasia yang tersimpan di area tersebut melalui pemetaan orbit 28 bintang. Bahkan satu bintang di antaranya telah berhasil melakukan putaran penuh mengelilingi lubang hitam.

Pengamatan gerak 28 bintang yang mengorbit area pusat galaksi Bima Sakti, menunjukkan keberadaan lubang hitam supermasif Sagittarius A (atau dikenal sebagai bintang Sagittarius A). Berbagai informasi termasuk bentuk istimewa bintang-bintang tersebut dan juga lubang hitam yang mengikat bintang-bintang tersebut berhasil dikuak.

Pusat galaksi merupakan laboratorium yang unik dimana kita bisa belajar proses-proses dasar gravitasi yang besar dan kuat, serta dinamika dan pembentukan bintang yang memiliki keterkaitan yang sangat besar dengan inti galaksi. Di sinilah pabrik kelahiran bintang dan tempat berlabuh sang monster menakutkan, lubang hitam supermasif. Di area ini jugalah kita bisa mempelajari lubang hitam dengan lebih mendetil.

Tapi untuk mengamati area ini tidaklah mudah. Pengamatan dalam panjang gelombang tampak terhalangi oleh debu antar bintang yang mengisi galaksi. Kemampuan teknologi menjadi tantangan untuk dapat mengintip apa yang terjadi di sana. Untuk itu, digunakanlah panjang gelombang infra merah untuk menembus blokade debu antar bintang tersebut. Bintang-bintang di area pusat galaksi kemudian dijadikan partikel penguji untuk mengungkap apa yang ada di sana. Bintang-bintang itu diamati geraknya selama mengorbit Sagittarius A.

Hasil yang diperoleh sangat berguna untuk memahami lubang hitam itu sendiri contohnya dalam hal massa dan jarak dan tampaknya 95% massa yang mempengaruhi gerak bintang tersebut adalah lubang hitam. Oleh karena itu, kecil kemungkinan penyebabnya adalah karena materi kelam lain. Tak pelak, hasil ini menjadi bukti empirik keberadaan lubang hitam supermasif, yang diperlihatkan oleh bintang yang mengorbit pusat galaksi. Dalam pengamatan, diketahui adanya konsentrasi massa yang besar sekitar 4 juta massa Matahari yang diyakini sebagai lubang hitam yang berada pada jarak 27000 tahun cahaya.

Dari ke-28 bintang yang diamati, 6 di antaranya mengorbit lubang hitam dalam sebuah piringan dan bintang-bintang pada area paling dalam memiliki orbit acak. Bintang S2 menjadi satu-satunya bintang yang berhasil mengelilingi pusat Bima Sakti periode 16 tahun tersebut.

Untuk membangun citra jantung Bima Sakti dan menghitung orbit bintang individu, tim ini mempelajari bintang-bintang tersebut selama 16 tahun, dimulai pada tahun 1992 menggunakan kamera SHARP yang dipasang di New Technology Telescope 3,5 meter milik ESO di Observatorium La Silla, Chille. Observasi lainnya dibuat pada tahun 2002 dengan 2 instrumen yang ada di Very Large Telescope (VLT).

Walau penelitian ini berhasil membuka lembaran baru bagi pembelajaran lubang hitam dan kondisi area pusat galaksi dalam tingkat akurasi yang tinggi, namun masih banyak misteri yang belum terkuak di sana. Apalagi bintang-bintang tersebut juga masih sangat muda untuk melakukan perjalanan jauh. Diduga, bintang-bintang ini terbentuk pada orbitnya saat ini dibawah pengaruh gaya pasang surut lubang hitam.

Di masa depan, berbagai rancangan penelitian lanjutan akan dilakukan untuk mengintip monster di jantung Bima Sakti itu. Salah satunya dengan menggunakan teknologi dengan resolusi sudut (angular resolution) yang lebih tinggi.

Sumber : ESO

Cited with necessary change from : Langit Selatan - Situs Astronomi Indonesia

Wednesday, December 10, 2008

Astronomers 'Time Travel' to 16th Century Supernova

On November 11, 1572 Danish astronomer Tycho Brahe and other skywatchers observed what they thought was a new star. A bright object appeared in the constellation Cassiopeia, outshining even Venus, and it stayed there for several months until it faded from view. What Brahe actually saw was a supernova, a rare event where the violent death of a star sends out an extremely bright outburst of light and energy. The remains of this event can still be seen today as Tycho’s supernova remnant. Recently, a group of astronomers used the Subaru Telescope to attempt a type of time travel by observing the same light that Brahe saw back in the 16th century. They looked at 'light echoes' from the event in an effort to learn more about the ancient supernova.

A ‘light echo’ is light from the original supernova event that bounces off dust particles in surrounding interstellar clouds and reaches Earth many years after the direct light passes by; in this case, 436 years ago. This same team used similar methods to uncover the origin of supernova remnant Cassiopeia A in 2007. Lead project astronomer at Subaru, Dr. Tomonori Usuda, said “using light echoes in supernova remnants is time-traveling in a way, in that it allows us to go back hundreds of years to observe the first light from a supernova event. We got to relive a significant historical moment and see it as famed astronomer Tycho Brahe did hundreds of years ago. More importantly, we get to see how a supernova in our own galaxy behaves from its origin.”

The view of the light echoes from Tycho’s supernova. Credit: Subaru Telescope

On September 24, 2008, using the Faint Object Camera and Spectrograph (FOCAS) instrument at Subaru, astronomers looked at the signatures of the light echoes to see the spectra that were present when Supernova 1572 exploded. They were able to obtain information about the nature of the original blast, and determine its origin and exact type, and relate that information to what we see from its remnant today. They also studied the explosion mechanism. What they discovered is that Supernova 1572 was very typical of a Type Ia supernova. In comparing this supernova with other Type Ia supernovae outside our galaxy, they were able to show that Tycho's supernova belongs to the majority class of Normal Type Ia, and, therefore, is now the first confirmed and precisely classified supernova in our galaxy. This finding is significant because Type Ia supernovae are the primary source of heavy elements in the Universe, and play an important role as cosmological distance indicators, serving as ‘standard candles’ because the level of the luminosity is always the same for this type of supernova. For Type Ia supernovae, a white dwarf star in a close binary system is the typical source, and as the gas of the companion star accumulates onto the white dwarf, the white dwarf is progressively compressed, and eventually sets off a runaway nuclear reaction inside that eventually leads to a cataclysmic supernova outburst. However, as Type Ia supernovae with luminosity brighter/fainter than standard ones have been reported recently, the understanding of the supernova outburst mechanism has come under debate. In order to explain the diversity of the Type Ia supernovae, the Subaru team studied the outburst mechanisms in detail. This observational study at Subaru established how light echoes can be used in a spectroscopic manner to study supernovae outburst that occurred hundreds of years ago. The light echoes, when observed at different position angles from the source, enabled the team to look at the supernova in a three dimensional view. This study indicated Tycho's supernova was an aspherical/nonsymmetrical explostion. For the future, this 3D aspect will accelerate the study of the outburst mechanism of supernova based on their spatial structure, which, to date, has been impossible with distant supernovae in galaxies outside the Milky Way.

The results of this study appear in the 4 December 2008 issue of the science journal Nature.

Source: Subaru Telescope

Cited from : universe today by Nancy Atkinson

Monday, December 8, 2008

Animasi : Pengaruh Lintang Terhadap Bola Langit (Celestial Sphere)

Di bawah ini ditampilkan dua buah animasi (.gif dan flash) tentang pengaruh lintang terhadap bola langit. Pengamat pada lintang yang berbeda akan mengamati bintang terbit dan terbenam pada arah yang berbeda. Gerak edar harian nya juga berbeda. Hal ini menyebabkan ada bintang - bintang tertentu tidak pernah terbit atau tidak pernah terbenam (meskipun tidak terlihat saat siang hari). Bintang-bintang tersebut dikenal dengan nama bintang sirkumpolar.



Flash animation of Orion star trails at different latitudes


(sumber : www.astronomynotes.com)