Friday, February 4, 2011

Mendeteksi dan Menemukan Extrasolar Planet

Belakangan ini banyak dibahas di berbagai media tentang penemuan planet di tata surya lain. Dalam artikel ini, akan dibahas beberapa teknik 'sederhana' yang digunakan astronom untuk menemukan planet di luar tata surya.

Seperti yang Anda ketahui bahwa bintang akan selalu terlihat sebagai point of light (sumber titik cahaya) meskipun menggunakan teleskop (kecuali untuk beberapa bintang yang besar dan 'dekat' dengan kita). Oleh sebab itu, dapat diperkirakan bahwa mengamati planet yang ada di bintang lain tentunya bukan perkara yang mudah.

Sebelum kita membahas bagaimana menemukan planet extrasolar (planet yang ada di luar tata surya kita), akan dibahas terlebih dahulu sekilas mengenai proses pembentukan planet.

SEJARAH SINGKAT TERBENTUKNYA PLANET

Semuanya berawal dari material awan debu. Tata surya (planetary system/sistem keplanetan) berasal dari awan berputar yang maha besar. Awan kabut itu (nebulae) mengerut di bawah gaya berat diri, membentuk piringan dengan protosurya yang sangat padat di pusat. Akibat pengerutan gravitasi suhu naik di dalam awan (pengerutan Kelvin Helmholtz). Di pusat kian sangat panas, lalu terpicu reaksi bom nuklir, dan pengerutan piringan akan berhenti.

Planet-planet terbentuk oleh akresi planetesimal dan akumulasi gas di dalam kabut surya. Planetesimal di tahap awal tatasurya, tabrakan dan akresi (saling menempel) membentuk protoplanet. Planet dari unsur-unsur berat terbentuk dan memadat di bagian dalam, suhu jadi lebih panas (di pusat), unsur-unsur ringan berdifusi ke tepi luar. Proses itu dikenal sebagai diferensiasi dari unsur-unsur.


Bintang yang masih muda (yang terbentuk di pusat akresi) tiba-tiba menyemburkan tenaga kuat, tenaga jet dan sangat singkat, dan membersihkan tata surya dari materi pembentuk planet yang tersisa. Bintang-bintang muda penyembur tenaga semacam itu dikenal sebagai Bintang-Bintang T Tauri .

Setelah itu, tata surya akan 'stabil'. Planet - planet butuh jutaan tahun untuk menggumpal dan membersihkan 'orbit'-nya serta mendingin hingga mencapai kondisi stabil.

PLANET DI TATA SURYA LAIN (EXTRASOLAR PLANETS)

Para astronom telah menemukan planet-planet mengorbit di bintang-bintang. Planet besar, seperti Yupiter, menarik bintang pusatnya ke dalam sehingga bintang terputar dalam satu orbit kecil mengitari titik pusat massa mereka. Planet yang mengorbit bintang lain itu disebut extrasolar planets.

Meski Planet sangat besar, tetap tak bisa dilihat, karena bintang sentral sangat terang. Namun, pergerakan kecil yang ditempuh bintang sentral karena gravitasi oleh planet, kadangkala dapat terdeteksi. Para astronom mengukur dengan teliti pergerakan bintang dengan memperhatikan sinarnya. Sinar bintang itu bergantian bergeser ke riak gelombang merah dan ke riak gelombang biru. Telah terdeteksi dengan cara itu lebih dari 100 extrasolar planet. Cara itu dikenal sebagai metode Pergeseran Doppler.

Beberapa planet yang sudah ditemukan:


OGLE-2005-BLG-390Lb planet extrasolar terkecil saat ini (2006). 188 extrasolar planet (18 April 2006) berbagai rentang massa dan periode orbit, namun planet sebesar massa Neptunus sangat sedikit/belum terdeteksi pada jarak > 0,15 SA dari bintang pusat. OGLE-2005-BLG-390Lb bermassa 5,5 (-2,7 to +5,5) massa bumi. Pada jarak pisah 2,6(-0,6 to +1,5) SA dari bintang kerdil-M bermassa 0,22(-0,11 to +0,21) massa matahari (68% rentang kepastian). Teori akresi planet meramalkan banyak planet bermassa lebih kecil daripada planet Neptunus ditemukan daripada planet raksasa Jupiter.

Jadi, ada banyak metode yang dapat digunakan oleh astronom untuk mendeteksi keberadaan planet/sistem keplanetan di bintang -bintang lain. Metode-metode tersebut antara lain:
  1. Kecepatan radial (pergeseran Doppler)
  2. Astrometri (proper motion, sangat terbatas)
  3. Gravitasi Mikrolensa (planet dan bintang induk berada di depan bintang latar belakang)
  4. Metode Transit (planet lewat di depan bintang induk)
  5. Piringan Circumbintang (distorsi awan debu oleh planet yang mengorbit)
  6. Pengamatan Direct (langsung) oleh teropong Spitzer.

1. METODE PERGESERAN DOPPLER
(KECEPATAN RADIAL/KR)

Jika astrometri langsung mengamati bintang, maka metode KR, mengamati gerak bintang dari spektrum cahaya. Yakni secara sistematik memperhatikan pergeseran garis spektrum serapan dan pancaran. Dengan teleskop sekarang, hanya dapat diukur kecepatan sedikitnya 3 m/s. Bumi, misalnya hanya mempengaruhi gerak matahari sebesar 0.1 m/s. Dengan mengukur T dan mendapatkan massa bintang, mBINTANG, bisa ditemukan 1/2 sumbu panjang orbit.



Jika massa bintang dapat diturunkan dari (mis. Diagram H-R) dan inklinasi orbit terhadap bidang ekliptika, i, diketahui, maka massa planet, mP dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini. Jika i tidak dapat diketahui, maka yang kita peroleh hanyalah mP sin i.




Jadi sekarang kita sudah dapat menghitung massa planet (bila mengetahui inklinasi atau dengan mengambil asumsi).

Kecepatan radial untuk beberapa planet:
u/ Jupiter: v = 13 m/detik dan periode T = 12 tahun.
u/ Bumi : v = 0.09 m/detik dan periode T = 1 tahun
Limit deteksi hanya 3 m/detik, jadi planet-planet semacam Bumi sangat sulit teramati.

Penemuan pertama extrasolar planet terjadi di tahun 1995 di bintang 51 Pegasus.
Kini, lebih dari 120 planet seukuran Yupiter telah ditemukan di bintang-bintang lain dengan metode KR/Doppler. Orbit-orbitnya pendek, eksentrisitas tinggi serta harga massa mencapai setinggi 10 massa Yupiter.

2. METODE ASTROMETRI



Pertanyaannya: Dapatkah keberadaan planet seperti Jupiter diketahui dengan astrometri?

Sayang sekali, belum dapat. Mengapa? Mari kita lakukan perhitungan singkat.

Matahari mengorbit pusat gravitasi Matahari-Yupiter pada jejari orbit hanya 1.2 jejari matahari. 1.2 jejari matahari memetakan sudut sebesar 5.2 x 10-3 detikbusur pada jarak 1 parsec – atau 5.2 x 10-4 detikbusur pada jarak 10 pc. Kecermatan pengukuran hingga sudut sekecil itu masih belum dapat (sulit) dilakukan.

3. METODE MIKROLENSA (memanfaatkan sifat/fenomena gravitational lensing)


Gravitasi Mikrolensa terjadi jika planet dan bintang induk berada di depan bintang latar belakang.

4. METODE TRANSIT


Saat sebuah planet (benda gelap) melintas di depan bintang induknya, sebagian sinar bintang induknya akan terhalangi (ter-gerhana-i) oleh planet yang melintas. Peristiwa ini disebut transit planet (lihat diagram di bawah ini). Astronom akan mencari bintang2 yang kecerlangannya menurun secara periodik.


Jika sebuah bintang jauh di transit oleh sebuah planet semacam Yupiter, terjadi penurunan flux sinar sebesar 1% di bintang itu dari semulanya.

Sebuah planet yang telah ditemukan di bintang HD209458 dengan metode KR; pada tahun 1999, diamati kembali flux bintangnya. Ditemukan transit tepat pada waktu yang telah diramal sebelumnya. Seperti planet di 51Peg, planet itu besar dan mengorbit dekat sekali dengan bintang – planet semacam ini dikenali sebagai “hot Jupiters”.

Metode transit inilah yang digunakan oleh Teleskop Keppler. Teleskop ini dikhususkan untuk 'mencari' planet serupa Bumi. (penjelasan lebih detailnya silakan lihat di sini dan sini). Hasil kerja teleskop ini dapat dibaca pada link yang diberikan.


5. METODE PENGAMATAN LANGSUNG DENGAN TEROPONG SPITZER


KESIMPULAN
  • Metode KR hanya dapat mendeteksi planet-planet masif (sedikitnya 1/5 massa Yupiter) dengan periode relatif yang sangat pendek.
  • Kebanyakan planet-planet yang terdeteksi berada sangat dekat dengan bintang (kurang dari ~0.1SA)
  • 3-4% bintang-bintang serupa matahari memiliki planet-planet jenis itu
  • Sejumlah kecil planet-planet yang lebih jauh umumnya mempunyai orbit yang lebih eksentrik (e >~0.2)
Planet-planet yang sudah ditemukan beserta informasi massa bintang induk dan periode orbitnya.


Bintang - bintang di angkasa ini sangat banyak. Bagaimana astronom dapat memilih bintang mana yang diamati/dicurigai memiliki sistem planet?

Sistem planet tidak bisa terbentuk pada bintang bintang yang luminositasnya besar. Hal ini disebabkan bintang-bintang seperti ini memiliki massa hidup yang cenderung singkat. Bintang-bintang generasi I (yang terbentuk dari material Big Bang) juga tidak mungkin memiliki sistem keplanetan karena kurangnya unsur-unsur berat. Jadi, bintang-bintang yang mungkin memiliki sistem keplanetan adalah bintang-bintang yang tidak terlalu panas dan termasuk Generasi ke dua atau lebih (bintang yang materialnya berasal dari sisa material bintang lain yang meledak lewat Supernova/hembusan saat pembentukan Planetary Nebulae).

LATIHAN

Sumber:
1. Materi pelatihan olimpiade Astronomi oleh Tim Astronomi ITB
2. Wikipedia

notes: jika ingin melihat gambar yang ada dengan lebih jelas, silakan klik di masing-masing gambar

SELAMAT BELAJAR

2 comments:

Graviton Learning Centre-Online said...

Jarak Bumi dan Matahari Benarkah 1 SA(sekitar 150 juta Km)?

13015680032096171382

DASAR

dari Abdulloh bin Mas’ud rodiyallohuan,rasullulloh shallallohu’alaihi wasallam bersabda:

“…jarak antara langit dengan langit yang setelahnya(jarak antara langit ke-1 dan ke-2 dst.) adalah 500 tahun perjalanan dan jarak antara langit dan bumi adalah 500 tahun perjalanan…”(mutawatir)

dalam riwayat Ahmad :

“…tebal setiap langit adalah 500 tahun perjalanan.

sementara perjalanan yang dimaksud adalah perjalanan unta(v=0,59 m/s).

jadi jarak langit dan bumi yaitu sekitar 9 juta kilometer,lalu jarak total dari bumi ke permukaan langit ke tujuh(9 km x 7 langit x 2 (jarak dan ketebalannya) = 126 km.

PERTANYAAN KOREKSI

Dengan data fakta di atas maka jika dibandingkan dengan ilmu astronomi sekarang(yang berteori bahwa jarak bumi matahari=150 juta km) maka akan diperoleh bahwa matahari di atas langit ketujuh?

lalu dimanakah letak bintang-bintang yang bahkan secara teori ada yang berjarak milyaran tahun cahaya?(sementara jarak 1 tahun cahaya secara teori 9 trilyun kilometer)

JAWAB

13015708085533921

Kerancuan ini terjadi karena salahnya teori yang menyatakan kecepatan cahaya konstan yaitu = 300.000 km/s,sehingga aplikasinya terhadap teropong/teleskop yang mengukur jarak secara astronomi menjadi salah.

PEMBAHASAN

13015718751727136220

Secara sederhana sebenarnya telah jelas bahwa setiap cahaya yang terbentuk PASTI dipengaruhi adanya elektron dan positron dengan energi “per paket” foton 511 keV,dan secara formulasinya juga menjelaskan bahwa kecepatan cahaya yang terbentuk tergantung pada voltase sumber,hal ini berarti kecepatan cahaya TIDAK KONSTAN.

Bukti eksperimen sederhana:

1301571344449863013

Tahap 1 :

Letakkan dua kipas angin secara sejajar dengan pandangan,depan dan belakang.Kipas belakang diputar dengan frekuensi lebih rendah dari kipas yang berada di depan,amati putaran baling-baling kipas belakang melalui baling-baling kipas depan.Amati dan coba dengan variasi frekuensi antara kipas depan dan belakang.

Tahap 2 :

Letakkan lampu merah di belakang kipas yang diputar dengan beberapa variasi frekuensi putaran,amati dan amati pula dengan lampu dalam beberapa variasi voltase.

Kesimpulan :

Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa ‘frekuensi’ cahaya dalam tiap voltase yang berbeda adalah tidak konstan yang berarti kecepatan cahaya berubah-ubah sesuai dengan voltase sumber.

c = akar Vq /m

Dengan demikian dengan laser 100 kW pun kecepatan cahaya belum mencapai 300.000 km/s,sehingga sesuai rumusan :

s=v x t/2

(dibagi dua karena jarak benda langit ditentukan dengan waktu pantulan cahaya radiasi yang dipancarkan ke arah objek angkasa)

s=jarak benda langit yang diteropongi

v=c= kecepatan cahaya

t=waktu

ilmu astronomi perlu dikoreksi.

1301571985510262875

KESIMPULAN

Jadi jarak bumi dan matahari tidaklah 150 juta kilometer dan ilmu astronomi yang dipelajari sekarang harus mengalami koreksi lebih lanjut.

Irvan said...

Proxima B Menjadi Planet Layak Huni Terdekat Dari Bumi